Dinamika

Dinamika politik di partai koalisi pemerintah saat ini diyakini berpengaruh terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY. Pengamaat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) AAGN Ari Dwipayana menilai saat ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Partai Demokrat tengah melakukan uji ketaatan partai politik koalisi. Jika langkah manjur, maka kompromi terhadap RUUK dengan konsep yang dibawa Demokrat juga akan terjadi.

Langkah penertiban anggota setgab ini juga menjadikan momentum bagi Demokrat terhadap parpol koalisi. ”Di sinilah nanti terlihat tidaknya parpol akan taat kepada konsep Demokrat mengenai RUUK DIY,” beber dosen Ilmu Pemerintahan UGM ini. Mengenai isi kompromi, dia menafsirkan tetap berkutat pada isu menetapkan Sultan dalam tahapan tertentu. Setelah itu akan dibuat desain baru.

Sifat penetapan yang akan dikompromikan adalah enmaleg atau sekali pakai. “Jadi penetapan kemungkinan hanya untuk Sri Sultan HB X ,”terang dia. Untuk itu, memang diperlukan pertemuan yang diwakili masyarakat elite untuk membahas dan mengompromikan RUUK DIY. Peran Sultan sebagai wakil masyarakat elite dipandang perlu segera menggelar pertemuan dengan SBY atau dengan beberapa parpol.

Ini langkah solutif. Jadi perdebatan tidak hanya pada dikotomi pemilihan dan penetapan saja.” “Kompromi untuk hal yang substansial dalam RUUK,” beber peneliti senior IRE ini. Jika dalam kata kompromi tercapai, dan masyarakat Yogyakarta masih belum sepakat, maka masih ada jalur lain.”Jalur itu adalah judicial review.

Namun semua harus sepakat jika putusan akhir di MK harus ditaati bersama. Apapaun hasilnya,”lanjut dia. Pengamat politik dari Fisipol UGM Ari Sudjito mengatakan, proses tawar menawar aktor-aktor politik di DPR dan Yogyakarta sudah memasuki babak baru. Hal itu ditandai dengan pernyataan terbuka Sultan soal pandanganya terhadap draf RUUK versi pemerintah.

Yang terpenting, menurutnya, sekarang ini tinggal melakukan pengawalan agar RUUK sesuai dengan aspirasi masyarakat Yogyakarta. Sementara usulan perpanjangan jabatan yang dilontarkan Guru Besar Fisipol UGM Ichlasul Amal tidak direspons oleh Sultan. Raja Keraton Yogyakarta ini memilih menunggu pembahasan RUUK di Komisi II DPR.

”Kita lihat saja dulu seperti apa,”terangnya. Sekretaris Komisi A DPRD DIY Arif Noor Hartanto mengatakan, kunci persoalan sekarang adalah iktikad baik dari DPR untuk menyelesaikan pembahasan RUUK tepat waktu. Dengan demikian polemik pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY tidak berkepanjangan. Melihat perkembangan pembahasan RUUK, dia yakin akan ada kompromi atas dua arus besar.

Satu pihak menghendaki pemilihan dan satu pihak lagi menghendaki penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur. Pakar Otonomi Daerah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai konsep gubernur utama rancu. “Apabila Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX sungguh-sungguh dimaknai sebagai simbol budaya dalam arti antropologis maka tidak semestinya muncul termino-logi gubernur utama dan wakil gubernur utama,”jelas dia.

Pakar otonomi daerah dari UGM Maria SW Sumardjono menilai RUUK DIY tersebut harus memuat ketentuan tentang pengaturan penggunaan tanah keraton dalam hal ini Kesultanan dan Pakualaman bersama Pemerintah Provinsi DIY. Pengaturan itu, kata dia, menyangkut pengurusan tanah, peruntukan, penggunaan, pemanfaatan, dan persediaan tanah. Demikian catatan online blog SEO tentang Dinamika.

0 komentar:

 
 
Copyright © 2012 SEO Hitamku All rights reserved Mas Hari
Sepeda Motor Injeksi Irit Harga Terbaik Cuma Honda Promo Member Alfamart Minimarket Lokal Terbaik Indonesia